Pasti kita semua sudah familiar dengan minuman merk Coca Cola bukan? Minuman soda berkarbonasi ini ternyata dibuat dengan memanfaatkan bahan baku tanaman dari benua Afrika. Tanaman ini disebut tanaman kola.
Tanaman kola (Cola Nitida) tumbuh secara liar di kawasan Pantai Gading dan Liberia. Tanaman ini kemudian juga dibudidayakan di negara-negara lain mulai dari Sierra Leone hingga Gabon.
Ciri-ciri dari tanaman kola ini adalah daunnya yang selalu berwarna hijau (evergreen), dengan ketinggian rata-rata 9-12 meter. Kulit kayunya kemudian berwarna coklat keabu-abuan bergaris kasar. Buahnya sendiri berbentuk segi empat panjang atau ellips, berwarna hijau, licin, mengkilat dan berbiji empat sampai dengan sepuluh buah tiap karpelnya.
Bagian biji tanaman kola inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku minuman Coca Cola. Biji kola sendiri mengandung 13,5% air, 9,5% protein kasar, 1,4% lemak, 45% gula dan pati, 7% selulosa, dan 3,8% debu.
Biji kola kaya alkaloid seperti theobromine, kafein, dan kolatin. Biji kola terasa pahit ketika pertama kali dikunyah (mastikasi), namun mampu meninggalkan efek manis di mulut.
Pemanfaatan biji kola sebagai bahan baku Coca Cola sendiri pertama kali ditemukan oleh John S. Pemberton. Pemberton pertama kali melakukan ekstrak biji kola di tahun 1886, dan sampai saat ini terus populer sebagai minuman ringan kenamaan dunia.
Biji kola sendiri telah terdaftar ke dalam U.S. Food and Drug Administration (FDA). Biji kola dinyatakan sebagai bahan makanan yang aman untuk dikonsumsi, dan diklasifikasikan sebagai bumbu atau penambah cita rasa makanan yang alamiah.
Tak cuma untuk bahan makanan atau minuman, FDA juga telah menyetujui bahwa ekstrak biji kola juga bisa dipergunakan sebagai bahan tidak aktif (inactive ingredient) pada obat-obatan tertentu.