Sistem Pertanian di Indonesia Bisa Lebih Ramah Lingkungan

Sistem pertanian di Indonesia bisa berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan sesuai dengan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Ada program UPLAND yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian. Sejumlah petani di berbagai daerah dataran tinggi didorong untuk menggunakan pupuk yang dibuat sendiri dengan metode fermentasi anaerob.

Pengelola Program Farakka Sari mengatakan, perwujudan SDGs nomor 2 berkenaan dengan “Menghilangkan kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian yang berkelanjutan” dan menunjang tujuan SDGs 12 mengenai “Konsumsi dan Produksi yang bertanggungjawab”. Kementerian Pertanian dalam hal tersebut sangat berkomitmen dan mendukung penuh pencapaian SDGs hingga akhir 2030.

Penerapan sistem pertanian berkelanjutan seperti Pupuk Organik dan Pestisida alami tersebut juga berkomitmen untuk tidak merusak lingkungan, baik secara fisik, kimia, biologi, maupun ekologi. Hal itu karena proses budidaya menggunakan bahan-bahan alami, seperti pupuk organik dan pestisida yang dibuat dari bahan non-kimia.

Dia menyebut pemerintah terus berupaya mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan di mana salah satunya penggunaan pupuk organik dan pestisida alami adalah untuk meningkatkan unsur hara tanah seperti kadar C organik yang saat ini sudah mulai menurun di sebagian besar lahan pertanian di Indonesia khususnya Pulau Jawa.

Stigma bahwa pertanian ramah lingkungan tidak dapat menguntungkan usaha tani tidak sepenuhnya benar karena selain dapat menekan ongkos produksi, pertanian ramah lingkungan juga dapat meningkatkan produksi komoditas pertanian dan kualitas hasil panennya. “Saat ini banyak masyarakat yang menerapkan hidup sehat akan memilih untuk mengkonsumsi pangan organik,” ujar Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil dalam keterangannya, ditulis Jumat (11/8/2023).

Saat ini UPLAND tengah mengembangkan program UPPO-Biogas. Program ini digelar bertujuan untuk membudidayakan atau memasyarakatkan pembuatan pupuk organik secara mandiri.

Fermentasi anaerob akan menghasilkan pupuk organik yang lebih baik kualitasnya dibandingkan kompos biasa,” kata Direktur Irigasi Pertanian Rahmanto.

Lebih lanjut Rahmanto mengatakan program anaerob lebih simpel karena dapat dilakukan pada skala kecil seperti rumah tangga. Masyarakat dapat menggunakan bahan baku yang di sekitar rumah yang mengandung unsur karbon dan nitrogen seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan kotoran kambing.

Tidak hanya itu, masyarakat juga dapat menggunakan hijauan tanaman, ampas tahu, limbah organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing, dan lain-lain. Dengan mudahnya bahan dasar pembuatan pupuk tersebut dilakukan setiap keluarga petani melalui Program Unggulan UPPO-Biogas.

“Biogas adalah produk sampingan dari proses pembuatan pupuk ini yang juga dapat dimanfaatkan walaupun hanya skala rumah tangga. Hasil dari proses fermentasi anaerob ini sudah aman dan berkualitas untuk lingkungan karena tidak ada gas metana yang diemisi ke atmosfer,” jelasnya.

Tidak hanya dapat melestarikan lingkungan, melalui Program Unggulan UPPO-Biogas juga dapat memperoleh produksi pertanian yang optimal. Hal itu terlihat jelas perbandingan antara hasil panen yang dilakukan petani organik dan non-organik di kawasan Magelang dan Tasikmalaya yang menjadi lokasi binaan Program UPLAND.

“Petani padi organik di Magelang dan Tasikmalaya misalnya mereka mengakui terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen. Perbandingan harga beras organik dan Non Organik yang cukup signifikan, secara jelas dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini juga akan menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya minat petani di Tasik dan Magelang untuk mulai beralih ke pertanian organik,” ujarnya.

Artikel pertanian Hasjrat Yanmar ini dikutip dari sumber mediaindonesia.com.

Related Posts

Write a comment